Know Yourself, Know Your Happiness

Baru juga bikin blog tapi udah bolong-bolong, ya. Dari 19 Februari ke 4 Maret itu gak stabil banget, sih. Tapi seorang psikolog pun dari hasil psikotes saya bilang kalo saya kurang stabil orangnya. Agak moody-an gitu. But, hey whatever! Yang penting hari-hari saya di dunia nyata bahagia (baca: leha-leha).

 

Ngomong-ngomong soal psikolog dan psikotes, tanggal 5 Februari 2015 lalu sebenernya saya dan Mister baru ikutan psikotes lagi. Saya dan Mister udah lulus dari tengah tahun 2013 lalu tapi kok ikutan psikotes lagi? Karena kita penasaran. 😉

 

Maraknya seminar-seminar kejarlah passion, quote-quote tentang lebih baik melakukan hal yang disuka dan dibisa, serta khotbah-khotbah tentang menjadi bahagia selama tahun-tahun terakhir yang saya putuskan percaya membuat saya jadi “anak yang seenaknya”. Setelah lulus dan beberapa bulan berpikir sambil membantu Papa saya dalam proses operasi jantungnya, membuat saya memutuskan bahwa saya tidak mau bekerja kantoran. Keputusan itu gak diambil karena kepengen doang. Tapi dengan pertimbangan sifat dan karakter saya (no one knows you better than you), dengan pertimbangan phobia yang saya miliki dari saya bisa mengingat yang sudah akut, dengan pertimbangan keadaan fisik dan psikologis saya, dan dengan pengalaman-pengalaman yang pernah saya ambil.

 

Orang tua saya, terutama Ibu saya, menentang keras keputusan saya. Sebenarnya ini wajar mengingat dulu Ibu saya kerjanya kantoran dan pengalaman Papa saya sebagai wiraswasta di awal itu sangat berat walaupun sekarang sudah stabil. Di sisi lain, Kakak saya yang paling besar ‘kan dokter di Rumah Sakit swasta di Bandung. Macam kantoran juga kerjanya. Dan Kakak kedua saya yang perempuan walaupun kerjanya sebagai freelance web designer, tapi dia ada kerjaan tetap juga kantoran. Tentu saja keputusan saya gak mau ngantor dianggap sebagai percobaan usaha bunuh diri tahap awal oleh Ibu saya.

 

Saya putuskan jadi freelance makeup artist sejak akhir tahun 2013 karena saya suka dan saya bisa. Apa yang lebih menyenangkan dari melakukan sesuatu yang kita bisa, kita suka, dan kemudian dibayar? Tentu saja membuka bra setelah seharian aktivitas di luar. HAHAHA. Hanya wanita yang mengerti kebahagiaan mutlak dari hal tersebut. Tapi ternyata seperti yang saya sudah sebut di post “Karma itu ada. Mungkin?”, setahun penuh saya gak dapet klien. Sekalinya dapet klien, dimarahin kliennya karena menurut dia makeup saya jelek dan gak sesuai kaya yang dia mau. Uh, pengalaman traumatik. L Dan itu satu-satunya klien saya, setelah itu gak ada lagi deh yang mau makeup ke saya.

 

Saya sering makeup-in di masa suram tersebut dengan gratis. Entah collab sama fotografer, entah untuk pemotretan iklan baju, entah untuk pelayanan di gereja. Sedih, depresi, tapi tetep suka sih makeup-in orang. Mungkin memang cuma proses, ya.

 

Tapi di masa suram tersebut, seringkali terpikir tentang apa jalan yang saya pilih salah? Proses kaya gini bakal jalan berapa lama dan sampe kapan saya bisa tahan? Apa saya coba melamar kerja kantoran aja? Apa memang harus nurut sama orang tua? Apa bener kerjaan yang saya pilih sekarang? Apa ini tanda dari Tuhan bahwa saya salah jalan? Apa yang Tuhan mau dari saya? Apa Tuhan mau saya pindah jalur? Tapi kemana?

 

See? Semuanya lebih mudah kalau ada dukungan dari orang tua sebenarnya. Wahahaa.. jadi nyalahin. Antara drama atau gak, tapi buat saya masa itu sangat berat. Gak ada tempat yang bikin saya damai. Bahkan di dalam pikiran saya sendiri. Karena kalaupun saya sendirian, pikiran-pikiran kaya tadi datang dan bikin saya stress sampe depresi. Kalau saya pergi main, saya pikir bisa-bisanya buang duit padahal gak ada pemasukan. Kalau saya makeup-in, saya pikir sampe kapan mau begini yang ada duit abis beli makeup baru karena kasih free melulu. Kalau saya berdoa, saya jadi nanya-nanya terus sama Tuhan apa saya salah dan sampe kapan ini harus berlalu. Kalau saya di rumah, saya dicecer orang tua saya soal kerja di Bank lah, disuruh produktif lah, disuruh bantuin ini itu di rumah, dikasih tau jangan maen melulu. Dan kalau saya ke gereja, saya disuruh setia karena ada masa depan yang cemerlang karena itu ayo memberi uang lebih banyak dan harus ikutin semua kegiatan gereja.

 

Semua tekanan yang ada di mana-mana itu bikin saya justru makin tertekan dan depresi bahkan pahit. Ada masa di mana saya diem di kamar terus nangis gak keruan karena saya capek sama semua suara yang masuk. Kalau diinget-inget, sih memang drama abis, ya. Tapi saya sampe di suatu kesimpulan: bahwa orang gak akan bahagia kalau dia gak yakin sama jalan yang dia pilih sendiri.

 

Inti dari pertanyaan-pertanyaan, ketidakbahagiaan, dan keluhan-keluhan saya tahun lalu sebenernya datang dari munculnya keragu-raguan saya akan pilihan hidup saya. Mungkin dimulai dari pertentangan sama orang tua yang kemudian diikuti sama kenyataan yang gak sesuai sama ekspektasi saya.

 

Padahal dipikir-pikir namanya membangun karir ya gak ada yang instan ‘kan? Follower dimulai dari 0 orang. Bangun usaha dimulai dari rugi. Sukses dibangun dari kegagalan demi kegagalan. Pemahaman dibangun dari ketidaktahuan. Dan semua yang ada di bumi ini lahir dari debu. Jadi yang saya alami sebenarnya adalah proses yang alami, yang seharusnya memang terjadi.

 

Akhirnya setelah tahun baru, saya mulai putuskan untuk saya bisa yakin sama jalan yang saya pilih saya harus ikut psikotes. Biar ilmiah yang berbicara. Biar saya gak denger kata suata apapun dari luar lagi. Dan biar keputusan sama masa depan saya bergantung dari hasil tes saya yang menyatakan tentang diri saya.

 

Ikutlah saya psikotes yang menyiksa itu. Seharian dari jam 07.30 pagi sampe 13.30, dong. Tanpa makan, dipaksa menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh dan hitungan-hitungan tanpa akhir. Kalau tidak berdedikasi, saya gak akan sanggup. Cape banget!

 

Hasilnya pun keluar beberapa hari kemudian. Di Biro Konsultasi Psikologi ini begitu dapet hasil bisa sekalian konsultasi. Dari hasilnya, kemampuan intelektual dan sikap kerja saya bagus, bahkan psikolognya bilang penuh potensi. Tapi di bagian kepribadian agak kurang sayangnya :p. Ngobrol-ngobrol seru sampe lama banget antara saya, Mister, dan sang psikolog di sesi konsultasi tersebut. Banyak yang kita tanyain dan minta penjelasan dan begitu juga sebaliknya si psikolog nanya-nanya juga tentang ini-itu soal kita. Seru ‘kan cari tahu tentang diri sendiri dan ngomongin diri sendiri. 🙂 Bagian yang bikin saya paling seneng adalah ketika sang psikolog bilang kalau pekerjaan saya sekarang udah cocok banget buat saya yaitu freelance makeup artist dan puncaknya adalah ketika dia bilang bahkan cita-cita atau mimpi saya sangat sangat lebih cocok lagi yaitu penulis. Sebagian hati kecil saya berharap orang tua saya ada di sana denger pernyataan psikolog ini.

 

Bahkan sang psikolog menyarankan buat saya jangan ambil pekerjaan yang membuat saya tertekan. Masalah itu bagus, tantangan itu perlu, tapi jangan bikin masalah sendiri. Kalau saya tidak nyaman bertemu banyak orang dan harus berkomunikasi basa-basi dengan orang, jangan memaksakan diri mengambil pekerjaan yang menuntut saya untuk bertemu banyak orang dan harus basa-basi. Si psikotes pun berkata bahwa penyakit maag akut, vertigo, dan keringat berlebih yang saya miliki ini adalah hasil dari tekanan secara psikis.

 

Pulang membawa hasil psikotes dengan hati senang karena saya tahu saya gak salah jalan. Sekarang, sih saya udah gak peduli dengan kata orang termasuk orang tua saya tentang jalan yang saya ambil dan menurut mereka jalan apa yang harus saya ambil. Bukannya saya lebih percaya sama psikolog, ya. Tapi saya percaya sama analisis ilmiah yang diambil dari hasil tes kepribadian saya. Dan saya percaya bahwa ilmu yang psikolog telah pelajari selama ini ya bukan ilmu sembarangan. Saya lebih memilih berpegang sama sesuatu yang jelas. Bukan pendapat orang lain, bukan tentang apa kata Tuhan melalui orang lain, bahkan bukan keinginan orang tua. Itu gak valid. Toh buktinya jalan yang saya ambil sesuai dengan personality saya, kenapa saya harus banting stir? Sekarang saya sudah merasa yakin dan bahagia.

 

Banyak perdebatan mungkin. Tapi post kali ini saya tulis bukan buat ngajarin jadi pemberontak ke orang tua. Saya ceritain pengalaman saya ini supaya kalau ada orang yang belum bahagia akan jalan yang dia ambil, masih mempertanyakan untuk apa dia hidup, dan bahkan seperti saya yang mulai gak yakin sama jalan yang dipilih, saya sarankan kenali diri sendiri lebih dulu. Saya selalu percaya bahwa perjalanan hidup ini dimulai dari pengenalan akan diri sendiri dan bahkan ketika sambil jalan kita masih bakal terus kaget bahwa masih banyak hal yang kita punya yang kita gak tahu. Manusia itu ajaib. Memang karya Tuhan yang paling mulia.

 

Saya sudah mengenal diri sendiri sedikit demi sedikit dan saya mengambil psikotes untuk diyakinkan kembali. Untuk saya percaya lagi sama diri sendiri yang selama ini saya kenal. J Orang lain, termasuk orang tua, memang dekat sama kita. Tapi seperti yang saya udah bilang, yang paling kenal kita sendiri ‘kan harusnya kita. Memilih jalan untuk hidup sendiri bukan memberontak sama orang tua. Selama kita masih sopan, ikut bantu mereka pas diperlukan, dan hormat sama mereka ya harusnya kan bukan masalah. Kita masih sayang sama orang tua dan mereka pun bakal masih sayang terus sama kita. Justru memilih mengambil jalan yang diinginkan orang tua buat kita dan membuang mimpi kita itu bodoh. Pada akhirnya yang terjadi adalah konflik dan kalian akan kehilangan rasa hormat kalian sama orang tua karena kalian menyalahkan mereka atas keputusan hidup yang kalian ambil. Cinta itu memang perlu pengorbanan, tapi semua dimulai dari cinta sama diri sendiri.

 

Selamat berkenalan dengan diri sendiri dan ketahuilah bahwa diri sendiri harusnya jadi satu-satunya pribadi yang paling kalian suka. Karena jawaban harus dicari, gak datang gitu aja dari langit. Makanya Tuhan kasih kita otak untuk berpikir.

 

PS: Saya ambil psikotes di Biro Konsultasi PIRATA, Jalan Supratman no. 36 Bandung. Ada dua psikolog di sana dan saya konsultasi dengan Ibu Dian Anggriani. 😀

Karma itu ada. Mungkin?

KARMA. Ada gak ada sebenernya pasti jadi perdebatan. Apalagi kalo ngobrol sama orang yang taat beragama, pasti bilangnya karma kaga ada. Buat beberapa orang, karma itu gak ada tapi mereka percaya semua udah ada jalannya. Jadi kalo orang dapet sial, ya itu jalannya aja. Mau dulunya mereka baik atau buruk, ya jalannya ya begitu aja. Entah dikasih Tuhan, entah dikasih alam semesta, ya jalannya aja…

Soal percaya gak percaya sama karma, saya sebenarnya penganut yang agak percaya dari kecil. Gak tau ya bener apa gak, tapi bisa dibilang kadang kepercayaan ini menyulitkan karena bikin saya selalu nyalahin diri sendiri akan segala sesuatu hal buruk yang terjadi yang menimpa saya ataupun orang-orang yang saya sayang. Jadi kan drama, lho.. lebay gitu, ah. Ganggu kan kalo drama gitu.

Dan yang agak jeleknya, kalo ada hal bagus yang terjadi (baik di hidup saya atau orang-orang yang saya kasihi), saya jadi sok-sok membanggakan diri sendiri. ‘Karena gue tuh..’ mikirnya jadi begitu. ‘Kan sombong juga, ya. Katanya, sih orang yang bergolongan darah O itu memang punya kecenderungan untuk merasa begitu. Jadi kalau ada orang deketnya sukses atau dapet rejeki, dia mikirnya itu karena dia dan dia pengen diaku begitu juga. Yah.. saya akui saya golongan darah O.

Tapi post ini sebenarnya gak mau ngomongin soal perdebatan apakah karma itu ada apa gak. Ini Cuma mau cerita aja, ya..

Jadi beberapa hari lalu saya bicara sama kakak perempuan saya. Sebulan terakhir sulit ngobrol akrab sama dia karena dia lagi sibuk, tapi pas ngobrol kita banyaknya ya gosip diskusi. Dalam perbincangan antar perempuan kan selalu terjadi percepatan dalam perpindahan topik ya. Sekarang aja saya coba inget-inget sampe lupa apa yang menyebabkan saya mengeluarkan statement bahwa saya percaya sama adanya karma kepada dia. Pernyataan yang ujug-ujug keluar dari bibir itu sendiri bikin saya agak kaget. Kadang mulut memang lebih cepat dari otak, seperti kadang anus lebih cepat daripada kaki kalau kecipirit dan seperti otak Saiful Jamil kadang lebih cepat berpikir daripada Jusuf Kalla pas ditanya lirik lagu.

Banyak ya alasan seseorang untuk mengambil sebuah keputusan. Seperti seorang bijak yang saya lupa namanya pernah berkata, “Selalu ada dua sisi dari setiap cerita.” Indah sekali bukan?

Minggu ini kejadian aneh menimpa saya dan Mister. Ehem.. untuk penjelasan, Mister ini pacar manusia pilihan saya, ya. Kita sempet pergi makan di rumah makan yang menjual masakan rumah Korea di jalan Sukajadi, Bandung. Itu tempat favorit kita untuk makan masakan Korea (Gun Mandu, Nyangnyom Dak, dan Kimchi Cige di sana terbaik pokoknya!). Sudah makan kenyang, kita jajan di swalayan kecil di dalam rumah makannya yang jual jajanan Korea, terus ke kasir sekalian bayar makananya. Total kurang lebih Rp 218.000,-. Mister mengeluarkan kartu ajaib yang kalau dimasukan ke mesin membuat segala tagihan pembayaran lunas, ditutupi dengan tanda tangan penyerahan kembalinya kartu ke tangan Mister. Luar biasa! Tapi ternyata malam itu keluarbiasaan tidak terjadi, mesinnya menolak kartu tersebut, mungkin sudah lelah.

Akhirnya haruslah dibayar dengan cash. Mister dengan berat hati menghadap saya dan menyatakan uang tunai dia hanya tertinggal Rp 150.000,-. Oh, kasihan sekali Mister jadi saya pun menggoroh-goroh isi tas Doraemon saya mencari dompet. Mencari dompet saya memakan waktu cukup lama karena tas saya memang kadang seperti black hole, barang-barang semua masuk tapi tidak bisa ditemukan kembali. Ketika saya kodok-kodok itu isi tas, tangan Mister yang menggenggam uang Rp 150.000,- itu disambut hangat oleh Mbak Kasir A yang dilihat penuh sorak oleh Mbak Penjaga Kasir B. Uang tersebut diambilah oleh si Mbak Kasir dan gilanya tanpa dia lihat langsung dia masukin duit ke tempat duitnya sambil ketik di layar pembayaran total Rp 250.000,-. WOW. Di saat yang sama saya sudah menemukan dompet dan mengambil dua lembaran Rp 50.000,- sambil liat-liatan dengan Mister. Bukan. Bukan karena jatuh cinta lagi atau dihipnotis. Tapi kita sempet mikir selama sepersekian detik apa ini duit seratus rebu lagi mau dikasih aja apa gak.

Tapi Mister memanglah manusia jujur. Dia menolak pikiran jahat dari saya dan mengambil uang yang saya pegang dan memberikannya pada si Mbak Kasir A sambil masih dipelongin Mbak Penjaga Kasir B.

Mbak Kasir A: Oh?? Tadi kan uangnya udah, Mas.

Mister: Gak, Mbak tadi yang saya kasi baru seratus-mapuluh.

Mbak Penjaga Kasir B: *liatin duit*

Mbak Kasir A: Oh gitu? Aduh hihi.. Tadi saya pikir udah dua ratus-mapuluh. Ini kembaliannya, Mas. *kasi kembalian* *ambil seratus ribu sisa*

Mbak Penjaga Kasir B: *melototin Mbak Kasir A* (Sebenernya saya gak ngerti kenapa Mbak Penjaga Kasir B ini harus diceritain karena gak guna)

Seudahnya kita pulang dengan rasa tenang karena melakukan hal benar. Tapi sebagian sisi diri saya menyayangkan kejujuran yang diambil. Lumayan lho Rp 100.000,-.

Besokannya kejadian hampir sama terjadi lagi sama saya dan Mister. Kita mau nonton di bioskop favorit kita yang ada di Paris Van Java Bandung. Merayakan nonton di bioskop untuk pertama kali di tahun 2015, saya dan Mister memutuskan untuk memesan paket Popcorn Jumbo yaitu satu Popcorn Jumbo dengan satu snack pilihan (Nachos atau French Fries) dengan dua minuman (boleh minuman soda atau minuman dari Nestle). Udah cocok ‘kan saya jadi pegawai di sana? Hapal bener.

Snack pilihan kita jatuh kepada kentang goreng yang diambil di tempat terpisah dari counter pembelian tiket dan snack. Nunggu lima menitan, keluarlah mas-mas bak Malaikat Kentang dari pintu membawa dua kentang goreng. Satu di tangan kanan dan satu di tangan kiri (ya iyalah). DUA. Pas dia bawa dua saya liat kiri-kanan kali kali ada yang lagi ngantri juga. Gak ada, dong. Kemudian dia kasih satu ke Mister dan satu ke saya sambil tersenyum penuh damai. Saya langsung pikir,’Wah, ini memang malaikat kentang!!’

Mister: Lho? Mas kita dapet kentangnya satu apa dua, ya?

Mas Malaikat Kentang: Eh? *bingung* *keringat dingin* *muntah-muntah* *mati*

HAHAHAHHAA gak, deng bohong.

Mas Malaikat Kentang: Eh? Sebentar ya, Mas saya cek dulu bonnya di dalam. *senyum*

Me: (dalam hati) Whai o whaii potato angel where are youuu?

Mas tersebut kembali masih dengan senyuman yang sama seperti mantan yang masih suka sambil berkata bahwa pesenan kita memang cuma dapet satu porsi kentang goreng. Dengan berat hati saya melepas kentang goreng yang ada di tangan saya kembali ke tangan Mas Malaikat Kentang bohongan itu.

Detik-detik setelah dua kejadian tersebut saya agak menyesal. Tapi setelah pulang di malam harinya saya justru lega. Karena saya gak merasa saya berbuat curang ataupun berbohong. Tidur saya jadi nyenyak. Dan saya jadi lebih bisa berpikir positif bahwa hal-hal buruk yang terjadi sesudahnya bukan dikarenakan saya melakukan hal yang salah.

Dua tahun lalu saya pernah membeli suatu barang di supermarket besar yang baru ada satu di Bandung. Di antara beberapa barang yang saya beli, saya membeli produk perawatan kulit sebanyak dua botol dengan jenis yang berbeda. Tapi karena kemiripan botol, Mbak Kasirnya hanya men-scan satu botol yang harganya lebih murah kemudian di komputer dia ganti jumlahnya dengan dua. Jadi harga dua botol produk kecantikan yang saya beli hanya setotal kurang lebih Rp 60.000,- padahal seharusnya bisa mencapat Rp 100.000,-. Saat itu karena saya sendirian dan tidak sadar juga, saya membayar jumlah total belanjaan kemudian berjalan ke parkiran motor.

Di jalan sambil saya mencek bon daftar belanjaan tadi, saya baru sadar ada kesalahan dari Mbak Kasir yang merugikan dia dan menguntungkan saya. Kebanyakan mikir membuat saya mengambil keputusan untuk lanjut pulang saja dan tidak menoleh ke belakang. Banyak alasan untuk tidak kembali dan memberitahu kesalahan Mbak kasir dan kalian yang baca pasti ngerti sebenernya.

Tapi saya harus jujur kejadian tersebut masih bisa saya inget sampe hari ini. Sampe saya bisa cerita harganya dan kejadiannya persis di sini. Dan kejadian itu juga yang buat saya menyalahkan diri saya kalau setahun kemarin sama sekali saya gak dapet klien untuk makeup. Saya gak punya uang, sedih, sampe depresi karena merasa gagal. Mungkin memang jalannya untuk saya diproses tahun lalu sampai gak ada pemasukan sama sekali. Tapi sisi hati saya yang baik merasa ini selalu ada hubungannya dengan kejadian di supermarket dua tahun lalu itu.

Jangan-jangan karma saya sudah lewat masa berlakunya dan kemarin-kemarin dapet tawaran lagi dari semesta buat masuk lagi jadi member karma berikutnya biar langganan terus. Pikiran kaya gini bikin saya bersyukur pas kejadian bareng sama Mister. Dia yang lepasin saya dari karma dan bahkan kalaupun tidak benar, dia ngajarin saya buat jadi orang jujur walaupun gak ada orang yang lihat.

Soalnya kaya yang saya udah bilang tadi: saya gak menyesal dalam jangka panjang, saya lega, saya merasa jadi orang baik yang melakukan hal benar, saya gak merasa bersalah, dan yang lebih penting saya lebih bisa berpikir positif.

Karma. Ada gak ada, harusnya gak jadi masalah. Jadi orang jujur itu yang lebih penting kan.

Welcome Back, NABS!

Halo! Hi! I am back. 🙂

Udah lama banget gak ngeblog. Blog ini udah dibuka dari sebulan lalu tapi gak ngepost-ngepost aja karena grogi. Rasanya kaya masuk ke lingkungan baru lagi. Padahal dulu dari jaman SMP, pas masa ngeblog masih di Friendster, saya udah ikutan blogging. Sampe di SMA bikin blog di wordpress dengan nama.com redcatyellowpumpkin.wordpress.com (yeah, I admit it I’m sucks at picking name, good luck my future child).

Blog yang ini rencananya bakal kaya blog lama yang itu, sih. Cuma platform di mana saya bisa utarain pendapat, curhat, share-share gak penting. LOL. Saya lagi berpikir mau bikin blog satu lagi untuk review buku tapi seperti biasa masih ragu jadi yah… we’ll see.

Saya sempat berpikir jaman sekarang bikin blog harus tematik. Jadi blog harus isinya jangan berantakan, harus fokus, kayak misalnya tentang review makanan, atau cara masak makanan sehat, atau tutorial makeup, atau review makeup, atau foto, atau cerita perjalanan travelling, dsb. Pemikiran itu yang bikin saya ragu apa saya bisa ngeblog dengan tema yang fokus. Soalnya saya agak kurang konsisten dan suka sama banyak hal.

Tapi beberapa saat ini saya banyak berpikir sama diskusi sama beberapa orang, beberapa bilang memang harus bertema, beberapa bilang hajar aja. Sampe akhirnya saya sempet buka blog kenalan saya yang udah lama gak diliat. Isinya Cuma share cerita dan curhat sehari-hari. Dan membaca blog dia bikin saya sadar kalo blogging bukan soal gimana jadi terkenal dan menarik buat orang lain, tapi yang pertama ya harus soal apa kita nyaman dan senang melakukannya.

Saya perlu tempat juga untuk saya cerita dan berdiskusi, menurut saya ini bikin otak saya rasanya lebih jernih. Di jurnal pribadi saya gak akan dapet feedback. Tapi di blog ya saya bisa dapet komentar orang juga yang pastinya bisa membuat saya belajar.

Jadi, saya ucapkan selamat datang untuk diri saya sendiri di dunia blogging lagi. 😀